12/20/2013

Surat Untuk Rawana



Bagaimana kabarmu Rawana ? Masih ingatkah denganku  ? Iya, aku Sinta. Masa lalumu. Syukurlah kalau kamu masih ingat. Semoga kamu selalu dalam lindungan Tuhan.

Rawana, semenjak aku dengar berita tentang kamu yang sekarang, aku sedikit lega. Kamu sudah ada yang menemani ya ? Syukurlah, kalau ada yang memerhatikan kamu (lagi) meskipun itu bukan aku. Aku bahagia kok kalau kamu bahagia. Aku berdoa semoga kamu selalu bahagia lahir batin, sehat, tetap ganteng. Hehehe.

Aku tahu sosok special kamu saat ini siapa, dan aku tahu dia siapa. Meskipun aku tidak tahu dia secara keseluruhan. Entah mengapa, day by day jawaban dari pertanyaanku hampir terjawab semua. “Sinta, kamu kepo ya ?”. Tidak. Sungguh aku tidak sepenuhnya menghabiskan waktuku untuk mencari tahu kabar kamu, Rawana. Namun, para tangan Tuhan lah yang memberikanku jawaban itu. Tenang saja, mereka yang memberitahukanku itu menandakan bahwa mereka peduli sama kamu. Maka dari itu, mereka memberi tahuku agar aku bisa selalu ada dibalik layarmu. “Tidak ! Tidak mungkin aku campur tangan”, jawabku tegas kepada mereka.

Ini bukan tentang aku dan kamu lagi, Rawana. Namun, ini tentang kamu dan dia. Aku tidak mempunyai hak untuk campur tangan dalam kehidupanmu itu. Aku tidak paham apa yang mereka pikirkan, sehingga mereka memberitahuku kabarmu saat ini. Aku sudah melihat sebuah foto kamu dengannya, bukan dari orang lain, tenang saja,  ini aku dapat dari diri aku sendiri. Lagi-lagi aku diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk mengetahui keadaan kamu. Dan kamu ternyata baik-baik saja.

Aku harap saat ini kamu tidak dibutakan oleh cinta. Seperti yang kamu katakan kepadaku waktu dulu. Semoga kamu ingat ya, Rawana. Semoga wanita itu sayang sama kamu tulus dari hatinya, apa adanya bukan ada apanya, bisa menuntun kamu jadi pribadi yang lebih baik.

Karena aku masih sayang sama kamu, jujur tidak ada rasa benci sedikit pun terhadapmu. Meskipun kamu telah menyakitiku hingga detik ini. Aku hanya sedikit kecewa. Aku sakit Rawana, tapi aku sama sekali tidak menunjukkan sikapku yang sesungguhnya hati aku sedang menangis. Sesuai kata-kataku yang aku tulis melalu selembar kertas kusam yang aku kirimkan untukmu. Aku akan selalu ceria, tersenyum, dan fokus menjalani kegiatan-kegiatanku. Tanpa harus terbebani oleh kepergianmu.  Masihkah kamu menyimpan surat kusam itu ? Jika iya, terimakasih telah menyimpannya. Jika tidak, mungkin menurutmu itu hanya sampah biasa. Yasudah, buang saja. :)

Rawana, aku masih tidak paham mendengar berita tentang dia yang mungkin sekarang wanita special untukmu. Mudah-mudahan itu hanya kabar yang tidak penting aku simpan. Semoga wanita itu wanita baik-baik.

Aku kan selalu memelukmu dalam doa. Terkadang disaat aku sesibuk apapun, aku selalu merasa perasaanku tidak enak dan perasaan itu tertuju kepadamu, Rawana. Hasrat ingin mengirim pesan singkat ke nomor ponselmu selalu aku tunda. Aku takut ini hanya perasaan berlebihan aku dan mungkin juga kamu akan anggap aku sok tahu. Bebas. Itu pendapatmu. Terserah kamu mau bilang aku wanita yang lebay atau apa lah. Asal kamu tahu, saat aku merasakan hal tidak enak itu aku berbisik kepada Tuhan dan mengucapkan doa untukmu. Semoga tidak terjadi apa-apa denganmu.

Pesan aku, jangan lupa untuk melaksanakan kewajibanmu kepada Tuhan sebagai umat-Nya, jaga Ibu dan adik-adikmu saat Ayahmu sedang tidak ada di rumah.  Meskipun aku bukan orang special kamu lagi, aku mohon kamu baca surat ini dan resapi kata-kata yang tersurat dan tersirat dari surat ini. Tidak ada maksud lain aku menulis surat ini. Aku hanya ingin mengingatkan kamu saja tidak lebih. Saat ini kita hanya teman biasa bukan ? Tidak seperti dulu.  Mustahil, bila aku kirim pesan singkat untuk menanyakan kabar kamu. Aku sangat menghargai perasaan wanita yang sedang dekat denganmu. Maka dari itu aku menulis surat ini. Surat yang mungkin kamu anggap biasa ini. Namun, bagiku ini sangat berarti.......untukmu, suatu hari nanti.

Terimakasih telah meluangkan waktumu untuk membaca surat ini.

Sinta

12/19/2013

Sayap-Sayap Patah



Dalam sepi. “Rawana, mungkinkah jika kau kembali ?”, ucap Sinta dalam hati.

Mungkin aku sedang melalui fase dimana aku harus bisa  merelakan kepergian sosok yang aku sayang. Kesabaranku sedang diuji, entah kesabaran untuk bisa benar-benar merelakan kepergian seseorang atau bersabar untuk menunggu kamu kembali. Jadi, begini ya rasanya kehilangan orang yang disayang. Sebenarnya kamu tidak hilang, wujudmu masih ada. Tapi wujud kamu yang dulu, aku tidak merasakannya lagi. Kamu masih ada, mungkin rasa yang sudah mati. Kamu yang sekarang bukan lagi kamu yang aku kenal. Berbeda. 

Sungguh, saat ini aku takut menghadapi ruangan yang sepi. Aku takut bayanganmu hadir disetiap sudut ruangan itu. Jangankan dalam sepi, dalam keramaian pun masih terdengar suara khasmu seakan berbisik ditelingaku dan hilang begitu saja terhempas oleh angin. 

Aku berusaha menyibukkan diri, hingga aku tidak peduli dengan tubuhku agar aku tidak memikirkanmu. Karena aku tahu kamu tidak akan pernah lagi memikirkan aku, terutama perasaanku. Setiap aku melakukan sesuatu terasa hampa karena sisi lain sayapku patah. Butuh usaha keras untuk membangkitkan tubuhku ini, agar aku dapat terbang bebas seperti aku belum mengenalmu lebih dalam. Terbang bebas ya ? Untuk mengangkat tubuhku saja aku tidak sanggup.

Malam pun tiba, saat-saat dimana aku harus kerja keras menahanmu agar tidak menghantuiku dalam heningnya malam. Aku jadi sering bersahabat dengan malam hingga dini hari, bahkan subuh pun pernah aku temani saat sisi lain sayapku hilang.

Sebenarnya ini hal yang sia-sia. Tetapi, aku melakukan ini bukan tanpa sebab. Aku menghindar mataku terpejam dan aku pergi ke alam bawah sadarku. Mimpi. Iya, aku takut bertemu denganmu dalam mimpi. Setelah kepergian sisi lain sayap itu, aku selalu mimpi buruk. Mengapa kamu selalu hadir dalam setiap episode mimpiku ? Dan itu terlihat nyata. Aku terbangun berusaha untuk memberikanmu kesempatan untuk pergi dari mimpiku. Nihil. Setiap aku melakukan itu, dan tertidur kembali, ditempat dan cerita yang berbeda, kamu selalu ada. Ada hal lain yang mebuatku takut selain aku menatapmu di mimpi, aku meihat kamu memegang tangan seorang wanita seolah-olah itu memberikan isyarat kepadaku, bahwa kamu sudah bersama wanita yang benar-benar kamu sayang. Selamat ya. Selamat telah berhasil menghantui ku dimanapun dan kapanpun. Aku moohon, kembalikan sayapku, Rawana. :")

Hangatnya Hujan



-Hujan mengingatkan Sinta kepada Rawana-

Suara merdu hujan menemaniku di kesepian ini. Awalnya aku bersahabat dengan hujan, namun saat ini keadaan berbalik. Aku begitu tidak menyukai hujan. Karena saat hujan, aku merasa dunia ini menjadi hening seketika. Aku tahu suara hujan itu merdu, tapi aku merasa kemerduan hujan mengantarkanku ke tempat yang begitu sepi. Didalam keramaian aku masih merasa sepi. Entah mengapa. 

Teringat saat aku dan kamu melewati hujan dengan canda tawa dan suara kamu yang khas memanjakanku. Aku rindu hal itu. Sungguh. Kamu yang mengkhawatirkan aku karena pakaianku yang basah tersiram oleh derasnya hujan, menwarkan sweater merah kesayanganmu untukku. Aku menolaknya. Aku tahu, saat itu kamu lebih membutuhkan sweater itu.

Moment berbagi cerita antara pengalamanku dan pengalamanmu, ditemani tangisan awan yang manja jatuh ke bumi, gerimis romantis. Kamu pun memelukku dengan manja, seakan kamu tidak ingin kalah dengan gerimis itu. Indah. Alunan musik dalam play list yang ada di mobilmu menambahkan bumbu-bumbu keromantisan kita. Andaikan aku seperti Tuhan, rasanya aku ingin kembali kemasa-masa itu. Masa dimana aku dan kamu masih menjadi kita. Saat-saat dimana aku tidak merasakan dinginnya hujan. AC dalam mobil itu pun aku sama sekali tidak merasakannya. Hangat. Dalam pelukkanmu aku merasa, ada malaikat tak bersayap yang Tuhan kasih kepadaku.

Dan kenangan yang sangat aku simpan baik-baik dalam ingatan ini adalah saat kita berdoa bersama di rumah Tuhan dan saat itu pula gerimis menghampiri kita. Seakan ia menyambut kita dalam damai. Aku melihat disekitarku basah oleh hujan. Kita berdoa setelah hujan berhenti, seakan memberikan kesempatan untuk kita berdoa. Bau tanah setelah hujan mempunyai kesan agar kita lebih menikmati tempat itu dan lebih konsentrasi mengucapkan kalimat suci untuk Yang Maha Kuasa. Iya, moment ini yang aku tunggu. Bisa dibilang ini salah satu impianku, berdoa bersama orang yang aku sayang.

Rawana benar-benar menjadi selimutku, dulu.

Saat ini, ketika hujan turun, rasanya aku ingin berlari sejauh mungkin untuk menghindar dari hujan. Karena, aku merasa hujan akan membawaku kepada masa laluku, Rawana. Aku takut saat hujan turun, aku beku kedinginan karena sudah tidak ada lagi kehangatan yang Rawana berikan kepadaku. Cukup hatiku saja yang beku. Jangan biarkan jiwa dan raga ini beku bersama hujan.

Kepergian Rawana



Aku tak bisa menyangkal diri, aku menyayanginya. Pasca kepergianmu, aku merasa kehilangan sosok seorang pria bijak yang selalu membimbingku. Pertemuan “kita” mungkin tidak lama, namun pertemuan aku dan kamu sudah cukup lama. Aku tidak bisa melupakanmu begitu cepat, semakin aku berusaha untuk melupakanmu semakin kuat pula bayanganmu dalam benakku. Kalimat-kalimat yang terucap dari bibirmu itu masih aku simpan baik-baik dalam memoriku.

Apalagi saat kamu berkata, “Sinta ini semua tidak bisa dipertahankan. Ini terlalu serius bagiku bla bla bla”. Aku pun terdiam saat kamu  mengucapkan kalimat itu. Tak lama, air mata yang membalas semuanya. Dan kamu pun mengatakan tidak tega melihat seorang wanita menangis didepanmu. Aku rasa kamu telah membohongiku. Jika kamu tidak tega, harusnya kamu tidak akan mengatakan hal itu kepadaku. “Rawana, kamu yakin dengan keputusanmu itu ?”, tanyaku berulang-ulang. “Iya”. Dan dengan jawaban yang sama kamu meyakinkanku.

Aku berusaha menerima semuanya. Menerima alasanmu yang menurutku tidak rasional. Kamu mengatakan ini bukan karena ada wanita lain, tapi karena terlalu banyak beban dipundakmu. Lagi-lagi kamu membodohiku dengan ucapan manis yang keluar dari bibirmu itu. Kamu menuntutku untuk tidak lagi mencintaimu. Kamu pikir itu mudah ?! Ada beberapa kalimat yang sangat aku sesali yang belum aku lontarkan kepadamu saat itu, bagaimana cara kamu untuk melupakan masa lalu kamu dengan wanita yang tinggal di Jogja itu ? Apakah mudah kamu melupakannya ?

Kamu sempat bercerita kepadaku tentang masa lalumu. Butuh waktu empat tahun untuk mengembalikkan perasaanmu itu. Bisa dibayangkan berapa lama waktu untukku mengembalikkan perasaan ini seperti saat aku dan kamu yang belum menjadi kita.

Aku mencoba untuk menetralkan perasaanku. Memakimu, menghujanimu dengan kata-kata kasar, memikirkan hal-hal buruk tentangmu. Namun, ini semua menyiksaku. Aku hanya membohongi diriku sendiri. Aku tidak bisa menyakiti orang yang aku cintai, aku lelah berbuat dosa seperti ini. Aku merasa menjadi pendosa besar, aku yang sering berpura-pura ceria dihadapan orang-orang sekitarku, aku yang telah memakimu setiap waktu tanpa kamu ketahui karena aku mengucapkan dalam hati, aku yang berpura-pura tegar mengahadapi ini semua. Namun, Tuhan tahu apa yang ada dipikiranku. Sudahlah, masalah dosa ini biar aku yang tanggung.


12/17/2013

Friends





Best Friend
Tinynisha A. Bush 

Through tears and fights,
Through smiles, I knew everything
Would be alright,
Through love and hate,
Through betrayal and debate,
For you I would always have faith,
Being your sister as well as your
Best friend I knew
This friendship wouldn't end,
By your side I would always stand
And you'll stand by mine too,
Because that’s what best friends do,
So no matter what happens with us
In life,
Through all of the wrongs
And all of the rights,
I’m here for you to be a best friend that’s true,
Cause I love you and that’s what
Best friends do.