12/19/2013

Kepergian Rawana



Aku tak bisa menyangkal diri, aku menyayanginya. Pasca kepergianmu, aku merasa kehilangan sosok seorang pria bijak yang selalu membimbingku. Pertemuan “kita” mungkin tidak lama, namun pertemuan aku dan kamu sudah cukup lama. Aku tidak bisa melupakanmu begitu cepat, semakin aku berusaha untuk melupakanmu semakin kuat pula bayanganmu dalam benakku. Kalimat-kalimat yang terucap dari bibirmu itu masih aku simpan baik-baik dalam memoriku.

Apalagi saat kamu berkata, “Sinta ini semua tidak bisa dipertahankan. Ini terlalu serius bagiku bla bla bla”. Aku pun terdiam saat kamu  mengucapkan kalimat itu. Tak lama, air mata yang membalas semuanya. Dan kamu pun mengatakan tidak tega melihat seorang wanita menangis didepanmu. Aku rasa kamu telah membohongiku. Jika kamu tidak tega, harusnya kamu tidak akan mengatakan hal itu kepadaku. “Rawana, kamu yakin dengan keputusanmu itu ?”, tanyaku berulang-ulang. “Iya”. Dan dengan jawaban yang sama kamu meyakinkanku.

Aku berusaha menerima semuanya. Menerima alasanmu yang menurutku tidak rasional. Kamu mengatakan ini bukan karena ada wanita lain, tapi karena terlalu banyak beban dipundakmu. Lagi-lagi kamu membodohiku dengan ucapan manis yang keluar dari bibirmu itu. Kamu menuntutku untuk tidak lagi mencintaimu. Kamu pikir itu mudah ?! Ada beberapa kalimat yang sangat aku sesali yang belum aku lontarkan kepadamu saat itu, bagaimana cara kamu untuk melupakan masa lalu kamu dengan wanita yang tinggal di Jogja itu ? Apakah mudah kamu melupakannya ?

Kamu sempat bercerita kepadaku tentang masa lalumu. Butuh waktu empat tahun untuk mengembalikkan perasaanmu itu. Bisa dibayangkan berapa lama waktu untukku mengembalikkan perasaan ini seperti saat aku dan kamu yang belum menjadi kita.

Aku mencoba untuk menetralkan perasaanku. Memakimu, menghujanimu dengan kata-kata kasar, memikirkan hal-hal buruk tentangmu. Namun, ini semua menyiksaku. Aku hanya membohongi diriku sendiri. Aku tidak bisa menyakiti orang yang aku cintai, aku lelah berbuat dosa seperti ini. Aku merasa menjadi pendosa besar, aku yang sering berpura-pura ceria dihadapan orang-orang sekitarku, aku yang telah memakimu setiap waktu tanpa kamu ketahui karena aku mengucapkan dalam hati, aku yang berpura-pura tegar mengahadapi ini semua. Namun, Tuhan tahu apa yang ada dipikiranku. Sudahlah, masalah dosa ini biar aku yang tanggung.


No comments:

Post a Comment