Aku
tak bisa menyangkal diri, aku menyayanginya. Pasca kepergianmu, aku merasa
kehilangan sosok seorang pria bijak yang selalu membimbingku. Pertemuan “kita”
mungkin tidak lama, namun pertemuan aku dan kamu sudah cukup lama. Aku tidak
bisa melupakanmu begitu cepat, semakin aku berusaha untuk melupakanmu semakin
kuat pula bayanganmu dalam benakku. Kalimat-kalimat yang terucap dari bibirmu
itu masih aku simpan baik-baik dalam memoriku.
Apalagi saat kamu berkata, “Sinta
ini semua tidak bisa dipertahankan. Ini terlalu serius bagiku bla bla bla”. Aku
pun terdiam saat kamu mengucapkan
kalimat itu. Tak lama, air mata yang membalas semuanya. Dan kamu pun mengatakan
tidak tega melihat seorang wanita menangis didepanmu. Aku rasa kamu telah
membohongiku. Jika kamu tidak tega, harusnya kamu tidak akan mengatakan hal itu
kepadaku. “Rawana, kamu yakin dengan keputusanmu itu ?”, tanyaku
berulang-ulang. “Iya”. Dan dengan jawaban yang sama kamu meyakinkanku.
Aku berusaha menerima semuanya.
Menerima alasanmu yang menurutku tidak rasional. Kamu mengatakan ini bukan
karena ada wanita lain, tapi karena terlalu banyak beban dipundakmu. Lagi-lagi
kamu membodohiku dengan ucapan manis yang keluar dari bibirmu itu. Kamu
menuntutku untuk tidak lagi mencintaimu. Kamu pikir itu mudah ?! Ada beberapa
kalimat yang sangat aku sesali yang belum aku lontarkan kepadamu saat itu, bagaimana
cara kamu untuk melupakan masa lalu kamu dengan wanita yang tinggal di Jogja
itu ? Apakah mudah kamu melupakannya ?
Kamu sempat bercerita kepadaku
tentang masa lalumu. Butuh waktu empat tahun untuk mengembalikkan perasaanmu
itu. Bisa dibayangkan berapa lama waktu untukku mengembalikkan perasaan ini
seperti saat aku dan kamu yang belum menjadi kita.
Aku mencoba untuk menetralkan perasaanku.
Memakimu, menghujanimu dengan kata-kata kasar, memikirkan hal-hal buruk
tentangmu. Namun, ini semua menyiksaku. Aku hanya membohongi diriku sendiri.
Aku tidak bisa menyakiti orang yang aku cintai, aku lelah berbuat dosa seperti
ini. Aku merasa menjadi pendosa besar, aku yang sering berpura-pura ceria
dihadapan orang-orang sekitarku, aku yang telah memakimu setiap waktu tanpa
kamu ketahui karena aku mengucapkan dalam hati, aku yang berpura-pura tegar
mengahadapi ini semua. Namun, Tuhan tahu apa yang ada dipikiranku. Sudahlah,
masalah dosa ini biar aku yang tanggung.
No comments:
Post a Comment